Indonesia, dan arsitektur post modern….

Post modern adalah istilah-istilah yang populer dari kalangan gedongan dan para elit yang dikenal sebagai intelektual yang trendi. Istilah Post Modern sendiri lahir dan dipopulerkan oleh kritis sejarah arsitektur, Charles Jencks dalam sebuah seminar di Universitas Eidhoven tahun 1978 gagasan ini menjadi tema pembicaraan arsitektur dalam Bienal di Venesia tahun 1980.
Pemunculan post modern tidak bisa dipisahkan dari aspek yang berlaku sebelumnya yakni arsitektur modern. Arsitektur modern yang sudah berjalan selama lebih kurang setengah abad mulai mencapai titik kejenuhan. Konsep-konsep yang terlalu logis dan rasional serta kurangnya memperhatikan nilai-nilai sosial, lingkungan dan emosi yang ada dalam masyarakat mendapat berbagai kritik dan tanggapan artinya arsitektur modern lebih cenderung untuk memperhatikan bagaimana caranya manusia harus hidup dan kurangnya perhatian terhadap kehidupan manusia yang sebenarnya (bersifat sepihak). Karya-karyanya pun sangat kaku, membosankan dan tidak memiliki identitas, karena mempunyai langgam yang sama pada hampir semua jenis bangunan di berbagai tempat.
Banyak yang menyambut kedatangan Arsitektur Post Modern Indonesia dengan gembira. Mengikuti harapan yang diutarakan di tempat awal munculnya aliran tersebut, Arsitektur Post Modern Indonesia juga diperkirakan mampu menembus dominasi aliran Internasional Style yang berjaya di Indonesia sejak tahun 70-an.
Kecenderungan yang kuat pada arsitektur post modern di Indonesia hanya bertumpu pada figurativism atau graphism seperti yang muncul pada Delta Plaza Surabaya, Gedung Universitas Atmajaya Jakarta atau gedung-gedung lainnya di jalan Kuningan Jakarta. Post Modern di Indonesia dilihat oleh arsitek sebagai gerakan Internasional, yang tidak menawarkan konsep baru tentang ruang dan lingkungan yang menjadi tempat keberadaan manusia, tetapi lebih pada bungkus sosok yang dapat ditelusuri dari Modernisme.

Green Infrastructure…

Jakarta, Semarang, Surabaya, Samarinda, Makassar, dan kota-kota pesisir di Nusantara terancam bencana iklim. Jakarta, Dhaka, dan Manila adalah kota-kota yang berada pada peringkat teratas di antara 11 kota besar di Asia yang rawan terkena dampak perubahan iklim.

green roof
Di dalam pembangunan kota dikenal prasarana infrastruktur kota atau infrastruktur abu-abu berupa jalan raya, jaringan drainase, jaringan listrik, dan infrastruktur sosial (rumah sakit dan sekolah). Kini, di era pemanasan global dan perubahan iklim, konsep pembangunan kota berkelanjutan dikenal infrastruktur hijau kota (urban green infrastructure).

Infrastruktur hijau didefinisikan sebagai An interconected network of green space that conserves natural ecosystem values and functions and provides associated benefits to human population (Green Infrastructure: Smart Conservation for the 21st Century, 2001).

Dari sudut pandang ini, infrastruktur hijau merupakan kerangka ekologis untuk keberlanjutan lingkungan, sosial, dan ekonomi, sebagai sistem kehidupan alami yang berkelanjutan. Infrastruktur hijau merupakan jaringan ruang terbuka hijau (RTH) kota untuk melindungi nilai dan fungsi ekosistem alami yang dapat memberikan dukungan kepada kehidupan manusia.

Sebagai contoh, apabila pemerintah telah membangun infrastruktur jaringan air bersih untuk kebutuhan air masyarakat, jaringan RTH dapat memasok oksigen (O) yang sangat diperlukan warga. Demikian pula apabila pemerintah telah membangun jaringan infrastruktur penanggulangan limbah cair ataupun padat agar terhindar dari pencemaran yang berdampak negatif bagi warga, dengan adanya jaringan RTH dapat menetralisir dampak pencemaran udara, terutama penyerapan karbon dioksida (CO), sekaligus menekan emisi karbon pemicu pemanasan bumi.

Infrastruktur hijau merupakan jaringan yang saling berhubungan antara sungai, lahan basah, hutan, habitat kehidupan liar, dan daerah alami di wilayah perkotaan; jalur hijau, kawasan hijau, dan daerah konservasi; daerah pertanian, perkebunan, dan berbagai jenis RTH lain, seperti taman-taman kota. Pengembangan infrastruktur hijau dapat mendukung kehidupan warga, menjaga proses ekologis, keberlanjutan sumber daya air dan udara bersih, serta memberikan sumbangan kepada kesehatan dan kenyamanan warga kota (liveable cities).

Infrastruktur hijau merupakan jaringan terpadu dari berbagai jenis RTH, terdiri dari area (hub) dan jalur (link).

Suatu RTH berbentuk area hijau dengan berbagai bentuk dan ukuran, seperti RTH dengan luasan tertentu, seperti taman kota, pemakaman, situ/telaga/danau, hutan kota, dan hutan lindung yang berfungsi sebagai habitat satwa liar dan proses ekologis.

Ruang terbuka hijau yang berbentuk jalur atau koridor, seperti jalur hijau jalan, sempadan sungai, tepian rel kereta api, saluran udara tegangan tinggi, dan pantai, merupakan penghubung (urban park connector) area-area hijau untuk membentuk sistem jaringan RTH kota.

Infrastruktur hijau dapat digunakan sebagai pengendali perkembangan kota agar tidak terjadi peluberan kota (urban sprawl) karena kawasan ataupun jalur yang telah ditetapkan sebagai RTH (mestinya) tidak dapat dikonversi ke fungsi lain.

Prinsip dasar

Penerapan infrastruktur hijau perlu memerhatikan prinsip-prinsip dasar agar tercapai berbagai fungsi ekologis yang diembannya untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Hal ini sesuai gagasan utama KTT Bumi dan Konferensi Perubahan Iklim, yaitu adanya ”kebutuhan” dan ”keterbatasan”.

Keterhubungan (linkages) antarkawasan RTH dengan jalur dan koridor hijau merupakan kunci keberhasilan infrastruktur hijau kota. Keterhubungan antar-ruang hijau, baik area maupun jalur hijau, merupakan strategi dalam menanggulangi degradasi lingkungan kota, seperti banjir, rob, longsor, krisis air tanah, pemanasan lingkungan kota, meningkatnya pencemaran udara, rusaknya habitat satwa liar, dan kerusakan lingkungan lainnya.

Infrastruktur hijau harus diintegrasikan dengan rencana pembangunan infrastruktur kota, seperti pembangunan jalan, drainase, dan prasarana lain, termasuk keterkaitan dengan infrastruktur antarkota pada skala wilayah, metropolitan, ataupun megalopolitan.

Implementasi infrastruktur hijau dijabarkan dalam pola pemanfaatan ruang. Pola Pengamanan Ekologis yang Komprehensif (Comprehensive Ecological Security Pattern) merupakan pola ruang kota yang berkaitan dengan infrastruktur hijau (Wang, Chen, Yang dalam ISOCARP Congress ke-44, 2008).

Pola pengamanan ekologis (Ecological Security Pattern/ ESP) untuk setiap kota bisa berbeda bergantung pada permasalahan lingkungan kotanya. Pola pengamanan ekologis kota terdiri dari pola pengamanan terhadap masalah air dan banjir, udara, bencana geologis, keanekaragaman hayati, warisan budaya, dan rekreasi.

Pola pengamanan air dan banjir (flood and stormwater security pattern) berhubungan dengan proses-proses hidrologis, seperti aliran permukaan (run off), daerah resapan air (infiltration), dan daerah tangkapan air hujan (catchment area).

Diperlukan data aliran air permukaan, seperti sungai, waduk, situ, dan daerah genangan air pada waktu hujan. Tujuannya adalah untuk menyusun pola RTH pengendalian banjir, yaitu dengan menentukan daerah-daerah yang tidak boleh dibangun untuk fungsi konservasi dan preservasi agar proses-proses hidrologis tetap dapat berlangsung.

Pola pengamanan udara (air security pattern) berhubungan dengan upaya peningkatan kualitas udara agar udara kota tetap segar, tidak tercemar, dan sehat untuk warga. Kawasan dengan potensi pencemaran udara tinggi menjadi prioritas dalam penyediaan RTH untuk mengendalikan pencemaran udara, terutama sektor transportasi. Jalur hijau jalan dan kawasan industri menjadi fokus utama penentuan pola RTH kota.

Pola pengamanan bencana geologis (geological disaster security pattern) berhubungan dengan pengendalian daerah-daerah yang rawan longsor, amblesan muka tanah (land/surface subsidence), daerah patahan geologi, dan daerah rawan bencana geologis lainnya.

Pola pengamanan keanekaragaman hayati (biodiversity security pattern) berhubungan dengan konservasi berbagai spesies dan habitat tempat mereka bisa hidup. Kesesuaian lahan untuk habitat berbagai spesies dan penentuan kawasan yang harus dikonservasi merupakan fokus utama agar penataan ruang kota tetap memberi peluang keanekaragaman biologis.

Pola pengamanan warisan budaya (cultural heritage security pattern) berhubungan dengan konservasi situs budaya (heritage site), seperti bangunan cagar budaya dan kawasan lanskap cagar budaya (landscape heritage). Kawasan atau tempat yang bernilai budaya tinggi perlu dicagar dan dikonservasi agar tak habis dilanda pembangunan fisik yang akan mengubah wajah lanskap.

Pola pengamanan rekreasi (recreational security pattern) berhubungan dengan tempat- tempat yang mempunyai fungsi sosial dan nilai rekreasi bagi warga kota. Taman kota, taman lingkungan, taman rekreasi, taman pemakaman, kawasan dengan pemandangan indah, kawasan dengan fitur alam yang unik, dan lanskap vernakular merupakan daerah-daerah yang perlu diamankan dari pembangunan kota.

Penggabungan peta-peta pola pengamanan ekologis secara komprehensif dalam peta Geographic Information System (GIS) telah dilakukan di beberapa kota di dunia, seperti Beijing, Melbourne, Sydney, Singapura, dan London. Semoga kota kita juga dapat segera membangun infrastruktur hijau. Semoga.

NIRWONO JOGA Wakil Ketua Ikatan Arsitek Lansekap Indonesia

Sumber: http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/02/02/03041249/infrastruktur.hijau.kota

diakses pada tanggal 8 Juni 2010 melalui http://www.landpolicy.or.id/kajian/2/tahun/2010/bulan/02/tanggal/02/id/333/print/

Best Practice Permukiman Formal dan Terencana di Beberapa Negara

1. High-Density Commercial Housing Rope Works, Manchester, Inggris

Perkembangan kota-kota di Inggris menyebabkan permintaan akan tempat tinggal semakin tinggi. Di Manchester, konsentrasi pembangunan bangunan flat untuk tempat tinggal berada di sepanjang Whitworth Street. Kawasan in merupakan area yang luas dan dipenuhi dengan bangunan komersial bergaya Victoria dengan ketinggian hingga 10 tingkat, dimana beberapa mengalami perubahan dan beberapa mengalami redevolepment. Dari seluruhnya, 2600 flat dibangun pada tahun 1990-an. Pembangunan saat ini termasuk 224 flat di gedung Whitworthwest dengan ketinggian 10 tingkat yang dibangun oleh Redrow dan pembangunan gedung Hacienda dengan ketinggian 12 tingkat oleh Crosby Homes. Yang terjadi dalam pembangunan di dalam kota tersebut adalah flat-flat tersebut merupakan apartemen kecil dengan tingkat kerapatan bangunan yang sangat tinggi, dengan sedikit atau bahkan tidak disediakan ruang komunal untuk bersosialisasi.
Rope Works merupakan salah satu proyek pembangunan yang baru-baru ini terselesaikan di Manchester. Rope Works terletak di akhir Whitworth Street di daerah bekas sebuah pabrik. Sisi ini dibatasi oleh jalan ke arah utara dan selatan. Pembangunan ini dibagi ke dalam dua blok. Yang satu tingkat lima, dan yang lain tingkat delapan. Semua flat ini diisi dengan satu atau dua tempat tidur, sehingga sangat cocok untuk keluarga kecil. Namun akses flat ini perlu dipertanyakan, karena setiap blok hanya disediakan satu lift, sehingga rentan sekali jika terjadi kerusakan. Pada setiap blok juga terdapat pintu masuk dan tangga tambahan. Ini berarti bahwa salah satu titik akses utama melayani 44 flat di blok yang lebih kecil, dan 74 flat di blok yang lebih besar dengan pintu masuk sistem elektronik.
Yang disayangkan bahwa pengembang tidak menyediakan ruang rekreasi komunal, selain sebuah halaman kecil yang terdapat pada antar blok. Di bagian selatan, terdapat area terbuka sangat luas yang digunakan untuk parkir mobil atau kendaraan. Namun setidaknya, kekurangan ini diimbangi dengan lokasi pembangunan dan akses yang mudah menuju fasilitas perkotaan.

2. An Urban Village on a ‘Brownfield’ Site, West Silvertown, London
Perubahan transportasi angkutan internasional menyebabkan penutupan dermaga London secara bertahap selama tahun 1970-an. Daerah dermaga besar ini menjadi tempat pergudangan dan industri yang besar dan membentang sepanjang tepian Sungai Thames di London Timur, dan memiliki luas sebesar 22 kilometer persegi. Ini menjadi area Brownfield terbesar di Eropa. Beberapa upaya yang dibuat sebagian besar untuk meningkatkan daerah melalui pembangunan masyarakat tapi akan diperlukan investasi publik besar-besaran untuk berhasil. Pada tahun 1981 pemerintah memutuskan untuk fokus pada investasi swasta dan London Docklands Development Corporation (LDDC) dibentuk dengan sebuah pesan untuk meregenerasi seluruh area. Perencanaan prosedur digerakan dan insentif keuangan ditawarkan untuk menarik pengembang properti. Selama periode 20 tahun banyak daerah telah dibangun. Pengembangan profil paling tinggi adalah di kompleks komersial di Canary Wharf yang memiliki karakter pusat urban yang baru. Namun seiring waktu, LDDC mengkritisi hal ini, sementara investasi telah dituangkan ke dalam kantor dan perumahan swasta yang baru, hampir tidak ada dana untuk fasilitas transportasi, fasilitas masyarakat, dan perumahan sosial. Bagian dari respon ini adalah untuk menciptakan sebuah proyek di Royal Victoria Dock. Berdasarkan konsep urban village, tujuannya adalah untuk menciptakan komunitas baru yang secara sosial dan ekonomis seimbang. Proyek ini dibahas di sebuah Community Planning Weekend pada tahun 1993 dengan penduduk lokal yang memainkan peran utama dalam kerangka proposal.
Desa urban yang baru ini menempati area yang dibatasi oleh dermaga besar di sebelah utara dan di sisi selatan oleh jalan utama yang ramai. Proyek dibangun oleh sebuah konsorsium sosial tuan tanah yang bekerja sama dengan pengembang properti besar. Pembangunan terdiri dari tiga bagian. Bagian utara area ini ditempati oleh perumahan swasta. Serangkaian paviliun empat lantai terdiri dari flat yang diatur di sepanjang dermaga depan. Di baliknya terdapat halaman dari perumahan tiga lantai. Melalui pusat blok area flat enam lantai yang ditetapkan di sepanjang jalan utama. Meskipun beberapa perumahan terjangkau diselingi antara blok swasta, sebagian besar perumahan sosial terletak
di bagian selatan pembangunan. Di pusat pengembangan masyarakat dan fasilitas sosial dikelompokkan di sekitar jalur belakang pejalan kaki. Di awal jalur terdapat sebuah sekolah dasar baru dan pusat komunitas dengan penyediaan layanan kesehatan. Sedangkan di ujung jalur terdapat jembatan penyeberangan yang telah dibangun di dok dan mengarah pada Excel Exhibition Centre dan Docklands Light Railway Station. Di pusat jalur terdapat Crescent Building yang berisi toko-toko, sebuah pub dan ruang komersial di lantai dasar dan flat yang disewakan secara sosial di lantai atasnya. Bangunan tersebut dikembangkan oleh Trust Peabody sebagai sebuah proyek demonstrasi untuk desain energi efisien dengan teknologi rendah.
Mungkin ada beberapa kritik bahwa perumahan sosial dan swasta terlalu jelas dipisahkan dan bahwa perumahan yang dijual telah dilokasikan di lokasi dekat dermaga yang lebih diinginkan. Salah satu tujuan utama konsep dari desa perkotaan adalah bahwa tenaga kerja lokal yang cukup harus dikembangkan sehingga ada keseimbangan antara perumahan dan pekerjaan. Hal ini akan mengurangi kebutuhan untuk komuter dan meningkatkan gaya hidup penduduk. Tidak dapat dikatakan bahwa keseimbangan ini telah dicapai pada Silvertown Barat, meskipun ada link yang baik untuk para kerja. Proyek ini telah mencapai standar yang tinggi dari suatu desain perkotaan. Perumahan sosial dalam lingkungan desa yang hijau merupakan hal konvensional tapi menyenangkan. Blok-blok yang berada di sepanjang pusat jalan memberikan karakter yang benar-benar perkotaan. Dan yang menjadi daerah paling khas adalah bagian depan dermaga. Crescent Building membuat sebuah pusat ruang pejalan kaki yang berkualitas baik.

3. Car-Free Social Housing Slateford Green, Edinburgh
Perumahan perkotaan di Skotlandia berbeda dari sebagian besar perumahan lainnya di Inggris. Flat rumah petak blok menjadi hal biasa untuk semua kelas sosial. Perumahan The Green Slateford dibangun di kawasan bekas kereta api barang. Skema perumahan ini dirancang tidak hanya untuk bebas dari mobil pribadi melainkan juga untuk memiliki tingkat sensitivitas terhadap isu-isu lingkungan. Semua
tempat tinggal adalah flat, kebanyakan merupakan bangunan tingkat tiga atau empat. Pembangunan blok dilakukan terus menerus dengan bentuk melengkung. Di dalamnya terdapat taman privat dan ruang hijau komunal. Mulai dari pintu masuk menuju ke flat dicapai dengan jalan kaki dan rute yang melingkari flat yang juga dapat digunakan sebagai akses darurat untuk kendaraan dan pengiriman.
Di bagian timur terdapat pusat kegiatan masyarakat dan taman kanak-kanak. Di ujung barat ada taman dan tempat bermain. Skema ini memiliki green features yang cukup banyak. Bangunan memiliki konstruksi terbuat dari kayu ringan. Semua kayu tersebut dari sustainable sources dan koran daur ulang. Selain itu masing-masing flat dimaksimalkan dengan adanya keuntungan cahaya matahari yang maksimal dan ventilasi yang baik. Masing-masing memiliki menara terbuka yang bisa mengalirkan udara sampai ke seluruh bangunan. Proyek ini bertujuan untuk menciptakan sebuah komunitas campuran yang terdiri dari pemilik, penyewa, muda dan tua, yang berbadan sehat atau lemah. Ruang halaman tengah dapat diakses hanya untuk warga dan terdapat pintu gerbang di sudut tenggara.
Ini adalah bentuk pembatasan mobil pribadi yang sangat terlihat. Kurangnya lahan untuk parkir membantu memperkuat adanya larangan mobil. Skema ini dilalui beberapa rute bus terdekat tetapi juga mulai ada pengusulan sistem kereta api cepat yang akan memiliki keuntungan besar. Terbatas lahan parkir menjadikan tersedianya ruang untuk sebuah klub mobil.

Sumber: Towers, Graham. 2005. an Introduction to Urban Housing Design, At Home in the City. London: Architectural Press.

Struktur Pemerintahan dan Hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Australia

Bentuk pemerintahan yang digunakan di Australia adalah Monarki Konstitusi – ‘Konstitusi’ karena kekuasaan dan prosedur dari Pemerintah Persemakmuran ditentukan oleh konstitusi yang tertulis, dan ‘Monarki’ karena Kepala Negara Australia adalah Ratu Elizabeth II. Konstitusi menciptakan ‘federal’ sistem pemerintahan. Di bawah sistem federal, kekuasaan dibagi antara pemerintah pusat dan masing-masing Negara bagian. Di Australia, kekuasaan dibagi antara Pemerintah Persemakmuran dan enam pemerintah negara bagian.
Ada tiga wewenang ‘Pemerintah Persemakmuran:
Legislatif (atau parlemen) bertanggung jawab untuk debat dan pemungutan suara pada undang-undang baru yang akan diperkenalkan di bawah kuasa section 51
Eksekutif bertanggung jawab untuk memberlakukan dan menegakkan hukum-hukum yang ditetapkan oleh legislatif. Beberapa anggota legislatif (disebut menteri) juga anggota eksekutif, dengan tanggung jawab khusus untuk hukum wilayah tertentu.
Peradilan adalah wewenang hukum Pemerintah Persemakmuran. Hal ini tergantung pada dua wewenang lainnya, dan bertanggung jawab bagi penegakan hukum dan memutuskan apakah kedua wewenang lain bertindak dalam kekuatan mereka.
Meskipun enam negara bagian bergabung bersama untuk membentuk Persemakmuran Australia dan Pemerintah Persemakmuran, setiap Negara bagian masih mempertahankan kekuasaan untuk membuat hukum sendiri atas hal-hal yang tidak dikendalikan oleh Persemakmuran dalam section 51. Pemerintah negara bagian juga memiliki konstitusi sendiri, serta struktur legislatif, eksekutif dan yudikatif. Pemerintah daerah ditetapkan oleh negara dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas sejumlah layanan masyarakat. Pemerintah daerah memiliki legislatif dan eksekutif tapi yudikatif tidak. kekuasaan mereka didefinisikan oleh negara atau wilayah yang ditetapkan pemerintah mereka. Pemerintah daerah juga dikenal sebagai dewan lokal.
Setiap Negara bagian memiliki konstitusi Negara bagian sendiri, yang membagi pemerintahan Negara bagian kedalam divisi yang sama dari legislative, eksekutif, dan yudikatif sebagai pemerintah persemakmuran. Parlemen enam Negara bagian diizinkan melewatkan hukum yang berhubungan pada masalah apapun selama itu tidak diawasi oleh Pemerintah Persemakmuran di bawah kuasa section 5. Jika terjadi konflik antara hukum di suatu Negara bagian dengan hukum persemakmuran, konstitusi menyatakan bahwa hukum persemakmuran yang akan diikuti. Yudikasi persemakmuran mungkin juga memiliki kekuatan untuk meninjau keputusan oleh yudikasi Negara bagian.
Pada dasarnya, pemerintahan yang baik mensyaratkan bahwa tindakan pejabat publik dibatasi oleh peraturan, dan bahwa sumber daya publik dan otoritas yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Lembaga-lembaga masyarakat dan media sangat penting dalam mengkritisi pelaksanaan pemerintahan. Australia sendiri ditengarai sebagai negara bebas yang memiliki hk-hk politik dan kebebasan sipil. Australia sendiri memiliki peringkat ke-11 dalam hal tingkat korupsi rendah. Meskipun bukan ukuran tata pemerintahan yang baik, itu menunjukkan pencapaian yang kuat tentang kondisi yang mengikuti dari praktek-praktek yang baik good governance.
Di Indonesia sendiri, wewenang independen pemerintah daerah disebut juga sebagai desentralisasi (UU No 22 tahun 1999 dan UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah). Desentralisasi di Indonesia dapat diharapkan untuk efisiensi dan efektifitas kinerja pemerintah, karena disesuaikan berdasakan potensi daerah setempat dan membangun partisipasi masyarakat untuk mendukung pemerintahan dan pembangunan melalui sistem Buttom-Up. Indonesia dan Australia saat ini memiliki hampir kesamaan dalam penyelanggaraan pemerintah. Dimana masing-masing negara bagian (atau di Indonesia disebut sebagai daerah) memiliki tangggung jawab terhadap layanan masyarakat. Akan tetapi, masalah yang dihadapi di Indonesia terdapat pada pelaksanaanya, karena pada dasarnya sistem pemerintahan di Indonesia sudah baik. Misalnya adanya tumpang tindih kekuasaan dan korupsi merajalela dari tingkat tinggi sampai tingkat daerah yang paling rendah hirarkinya. Di Australia, dengan karakteristik struktur pemerintah yang hampir sama, pelaksanaan pemerintah lebih mudah karena aparat pemerintah sadar akan fungsi dan tanggung jawabnya. Tidak hanya sadar, tetapi diterapkan secara nyata.

Sumber Referensi:
http://www.aph.gov.au
http://australia.gov.au